Semarangkita.id – Setiap tanggal 28 September, Indonesia memperingati Hari Kereta Api Nasional. Peringatan ini lahir dari peristiwa heroik pada 1945 di Bandung, ketika para buruh kereta api bersama Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) berhasil merebut Balai Besar Kereta Api dari tangan Jepang. Dari sinilah, berdiri Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI), lembaga resmi perkeretaapian pertama milik bangsa.
History Kereta Api Indonesia
Sejarah perkeretaapian Indonesia dimulai pada 17 Juni 1864, saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda, L.A.J.W. Baron Sloet van de Beele, meresmikan pencangkulan pertama jalur kereta api di Desa Kemijen, Semarang. Jalur ini dibangun oleh perusahaan swasta Belanda, Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), untuk menghubungkan Semarang hingga Vorstenlanden (Yogyakarta dan Surakarta).
Pemerintah kolonial kemudian membangun jalur kereta api negara melalui Staatsspoorwegen (SS), dengan salah satu rutenya adalah Surabaya–Pasuruan–Malang yang mulai beroperasi pada 8 April 1875.
Di periode berikutnya, perusahaan swasta lain bermunculan, mulai dari Semarang Joana Stoomtram Maatschappij (SJS), Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS), hingga Deli Spoorweg Maatschappij (DSM) di Sumatra. Fokus utama mereka adalah mengangkut hasil perkebunan ke pelabuhan untuk kebutuhan ekspor.
Menjelang akhir 1928, panjang jalur kereta api dan trem di Hindia Belanda kala itu mencapai 7.464 km. Rel-rel itu menjadi urat nadi ekonomi masa kolonial, sekaligus memperlihatkan betapa strategisnya moda transportasi ini.
Saat Jepang menduduki Indonesia (1942), pengelolaan kereta api diambil alih oleh Rikuyu Sokyoku (Dinas Kereta Api). Jalur kereta pun diarahkan sepenuhnya untuk kepentingan perang, khususnya pengangkutan batu bara. Beberapa jalur juga baru dibangun, seperti Saketi–Bayah di Banten dan Muaro–Pekanbaru di Sumatra. Namun, Jepang juga membongkar rel sepanjang 473 km yang dipindahkan ke Burma untuk proyek kereta api di sana.
Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, rakyat bertekad merebut aset vital bangsa. Puncaknya terjadi pada 28 September 1945, saat buruh kereta api dan AMKA mengambil alih Balai Besar Kereta Api Bandung dari Jepang. Pengambilalihan ini menandai lahirnya DKARI, yang kemudian menjadi simbol penguasaan bangsa atas transportasi strategis. Peristiwa tersebut dikenang sebagai titik balik sejarah perkeretaapian Indonesia, sekaligus dasar penetapan Hari Kereta Api Nasional.
Meski begitu, perjalanannya juga tidak mudah. Pada 1946, Belanda kembali dan membentuk Staatssporwegen/Verenigde Spoorwegbedrif (SS/VS), gabungan SS dengan perusahaan-perusahaan kereta api swasta (kecuali DSM). Perebutan kedaulatan di bidang perkeretaapian pun berlanjut.
Hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 membawa perubahan besar. Aset-aset perkeretaapian akhirnya resmi diserahkan ke Indonesia, dan DKARI digabung dengan SS/VS menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) pada 1950. Seiring waktu, lembaga ini terus bertransformasi menyesuaikan kebutuhan zaman. Kini, KAI memiliki tujuh anak perusahaan, termasuk KAI Commuter, KAI Bandara, KAI Wisata, dan KAI Logistik, yang memperluas layanan dari transportasi penumpang, logistik, hingga properti.