Memperingati 200 Tahun Perang Jawa, Unversitas Negeri Semarang Gelar Sarasehan

memperingati 200 tahun perang jawa

Semarangkita.id – Memperingati 200 Tahun Perang Jawa, Universitas Negeri Semarang menggelar acara sarasehan Selasa Legen ke-199 dengan topik Diponegoro dan Mitos Ratu Adil. Acara berlangsung di Kampung Budaya Universitas Negeri Semarang, Senin, (15/9/2025). Perang Jawa disebut merupakan sebuah peristiwa monumental dalam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Acara sarasehan ini di gelar dengan tujuan untuk merefleksikan kembali peristiwa yang terjadi pada 2 abad silam yaitu Perang Jawa atau yang dikenal dengan Perang Diponegoro.

Mukhamad Sokheh salah satu dosen sejarah Universitas Negeri Semarang menceritakan Diponegoro dan Perang Jawa dari perspektif Islam. Ia menyampaikan bahwa Perang Diponegoro ini terjadi selama 5 tahun yaitu dari tahun 1825 hingga tahun 1830. Menariknya, peristiwa ini sering diplesetkan sama orang-orang sejarah kalau  Perang Diponegoro terjadi  habis magrib. Hal ini dilakukan untuk mudah mengingat waktu terjadinya perang tersebut.

“Perang Diponegoro ini sering diplesetkan kalau terjadinya bar Magrib, karena waktu perangnya berlangsung tahun 1825-1830 ” jelas Mukhamad Sokheh saat pemaparan dalam acara sarasehan, Senin, (15/9/2025).

Mukhamad Sokheh menyampaikan bahwa dampak perang ini untuk Bangsa Indonesia sangat besar karena melibatkan wilayah Jawa Bagian Tengah, Timur termasuk Yogyakarta. Setelah perang ini terjadi dampaknya hingga skala nasional dan bahkan Internasional. Perang ini menguras kas pemerintahan kolonial sehingga diterapkan sistem tanam paksa atau culture stelsel karena Belanda sudah kehabisan modal dan pasukannya banyak yang meninggal. Perang ini menjadi salah inspirasi untuk pergerakan nasionalisme selanjutnya.

Mengenal Sosok Diponegoro

Diponegoro sosok pribadi yang multidimensi yaitu jika dijabarkan memiliki 4 dimensi diantaranya adalah bangsawan, orang jawa, santri dan Ia adalah pejuang. Ia lahir  di Yogyakarta dengan nama Raden Mas Ontowiryo Putra Pertama dari Hamengkubowono III dan sang Ibu Mangkorowati, Ia lahir pada 11 November 1785 . Masa kecil diasuh oleh nenek, ada yang menyebutkan buyutnya dan Ia banyak berinteraksi dengan masyarakat termasuk santri. Diponegoro muda tumbuh melekat dengan tradisi Jawa dan juga melekat tradisi santri. Masa kecil Diponegoro tinggal di Tegalrejo, yang dikenal dengan pusat tradisi intelektual dan keulamaan berkembang.

Latar Berlakang Perang Diponegoro

Diponegoro melakukan perlawanan di Jawa Bagian Selatan, Yogyakarta, Jawa Bagian Timur, Kedu hingga Banyumas. Gen yang ada dalam diri Diponegoro menjadikan ia Sosok yang memiliki memiliki kesadaran wilayah dan kesadaran wilayah. Kesadaran peran yang dilakukan oleh diponegoro didasari oleh kasadaran keprihatinan yaitu adanya krisis moral, krisis sosial termasuk krisis budaya. Contoh kasus yang mendasari gerakan yang dilakukan oleh Diponegoro adalah adanya kasus korupsi dan adanya kasus-kasus putri-putri keraton berselingkuh dengan pejabat-pejabat Barat. Diperparah dengan pembangunan jalan yang melewati makam leluhur. Kasus itu dipandang akan mencabik-cabik identitas budaya di Yogya dan Jawa. Kesadaran itu memunculkan perlawanan yang dilakukan oleh Diponegoro. Perlawanan yang didasari oleh adanya kesadaran budaya memunculkan adanya Ratu Adil dan perlawanan yang didorong oleh spirit  keagamaan memunculkan adanya Perang Sabil.

Ratu Adil salah satu mitos atau harapan yang didasari oleh satu spirit atau muncul sebagai sebuah harapan di Tengah suatu situasi perubahan-perubahan yang memunculkan disharmonisasi sosial atau kekacauan atau kerisauan yang kemudian terjadi sebuah kebuntuan memandang akan masa depannya. Kemudian Diponegoro dipersonifikasikan sebagai Ratu Adil. Diponegoro dipercaya mampu mengembalikan harmonisasi. Kunci kekuatan Diponegoro dalam Perang Jawa yaitu pertama adanya jejaring ulama dan santri, yamg kedua adanya melek literasi, dan ketiga adanaya legitimasi.

Mukhamad Sokheh menyampaikan bahwa peristiwa 5 tahun itu memberi insiprasi dan spirit bagi generasi selanjutnya. Selain itu, juga membentuk spirit bagi pembentukan negara dan bangsa. Ia juga mengungkapkan bahwa Ratu Adil dalam konteksi hari ini mesti harus dicari dan diciptakan bukan sekadar dinanti.

“Ratu Adil ini mesti kita harus cari dan ciptakan bukan sekadar dinanti, ” ungkap Muhammad Sokheh.

 

Exit mobile version