Semarangkita.id – Pertempuran Lima Hari Semarang merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Peristiwa bersejarah ini terjadi pada 15 Oktober hingga 19 Oktober 1945 di Kota Semarang. Peristiwa ini juga sebagai simbol keberanian rakyat Semarang dalam mempertahankan kemerdekaan dari ancaman pasukan Jepang yang masih bersenja.
Semenjak tanggal 14 Oktober hingga 19 Oktober 1945, kontak senjata dan pembunuhan antara warga Semarang dan pasukan Jepang menjadi hal yang normal di wilayah Semarang. Hampir seluruh sisi kota tersebut tak luput dari itu. Hal ini sebagai pembalasan dendam warga Semarang yang tak mau dengan kehadiran pasukan Jepang di wilayahnya, bahkan setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.
Pertempuran ini memakan korban yang tidak sedikit. Dari pihak Indonesia, sekitar 2000 orang gugur. Di sisi lain, pasukan Jepang melaporkan 150 tentaranya tewas. Sebagian besar mereka gugur diserang Jepang. Tak sedikit pula warga sipil yang tewas dibantai oleh Jepang sebagai balas dendam atas penyerangan mereka oleh pemuda Semarang. Bahkan, ada beberapa kampung yang dibakar oleh Jepang sebagai bentuk kekejaman mereka. Salah satunya adalah di Kampung Batik, yang menjadi kerugian terbesar dalam pertempuran tersebut.
Setelah lima hari dirundung pertempuran, rakyat Semarang merasa lega karena pasukan Jepang mematuhi gencatan senjata antara KRT Wongsonegoro, gubernur Jawa Tengah dan Mayor Shiniciro pada tanggal 17 Oktober 1945. Moekhardi dalam buku Revolusi Nasional 1945 di Semarang tahun 2021 menjelaskan dua hari setelah penandatanganan gencatan senjata, mereka mulai mencari sanak saudara yang terbunuh oleh Jepang maupun hilang saat pertempuran. Secara berangsur-angsur, kehidupan mereka mulai kembali normal.
Kedatangan pasukan Sekutu di bawah pasukan Gurkha Inggirs menebalkan berakhirnya pertempuran antara rakyat Semarang dan pasukan Jepang. Akan tetapi, masalah baru datang. Kedatangan pasukan ini ternyata tidak hanya untuk menenangkan ketegangan yang terjadi di Semarang, tetapi juga akan mempersenjatai tahanan perang Sekutu (terutama Belanda) yang berada di Ambarawa dan Magelang. Pertempuran Ambarawa (atau yang lebih dikenal dengan Palagan Ambarawa) meletus dua bulan kemudian sebagai bentuk penolakan rakyat Indonesia terhadap persenjataan kembali pasukan Belanda.
Dalam rangka untuk mengenang perjuangan rakyat Semarang yang gigih melawan Jepang, dibangunlah Tugu Muda. Pembangunan tugu ini sebenarnya dimulai hanya seminggu setelah berakhirnya Pertempuran Lima Hari. Namun, karena keadaan di Semarang yang kembali tegang pasca kedatangan pasukan Sekutu, pembangunannya terbelangkalai selama empat tahun. Setelah enam tahun tertunda karena kondisi tersebut (dan juga kekurangan biaya), akhirnya pembangunan dimulai. Monumen ini awalnya berada di dekat Alun-Alun Johar. Akan tetapi, Walikota Semarang Hadisoebeno Sosrowerdojo memutuskan untuk memindahkan lokasi ke depan Lawang Sewu, yang merupakan episentrum Pertempuran Lima Hari. Pembangunan Monumen Tugu Muda berlangsung selama tiga tahun. Pada tanggal 20 Mei 1953, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional ke-45, Presiden Soekarno meresmikan monumen ini.