Semarangkita.id – Presiden Joko Widodo menyatakan seorang presiden hingga para menteri “boleh kampanye, boleh memihak” selama pemilihan umum (Pemilu) Hal itu disamapaikan Jokowi pada Rabu (24/01) di tengah banyak pertanyataan terkait netralitas kabinetnya serta tudingan pemanfaatan fasilitas negara untuk berkampanye.
Presiden Jokowi menyampaikan pernyataan tersebut setelah Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan sekaligus cawapres Mahfud MD menyatakan “akan mundur” dari jabatannya.
Mahfud MF Cawapres Nomor 3 mengungkapkan pejabat publik yang disebutnya “memanfaatkan jabatannya” guna mendapat fasilitas negara selama kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Namun, Presiden Jokowi merespon bahwa menteri dan presdien boleh memihak dan berkampanye selama Pemilihan Presiden 2024″boleh saja”. Dia juga tak memasalahkan apabila mereka “memihak” capres tertentu.
“Hak demokrasi, hak politik setiap orang. Setiap menteri sama saja. Yang paling penting, presiden itu boleh lho kampanye, boleh memihak,” Tutur Jokowi saat diwawancarai pers.
“Yang paling penting saat kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara.” Tambhanya
Jokowi menegaskan hal tersebut ketika bersama Menteri Pertahanan sekaligus calon presiden Prabowo Subianto saat menghadiri sebuah acara di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (24/01).
Menurutnya, presiden dan menteri adalah “pejabat publik sekaligus pejabat politik”.
“Masa gini enggak boleh, berpolitik enggak boleh.. Boleh. Menteri juga boleh,” jelas Jokowi.
“Semua itu pegangannya aturan. Kalau aturannya boleh ya silakan, kalau aturannya enggak boleh ya tidak,” Imbuhnya
Prabowo Subianto dan Mahfud MD yang merupakan menteri di kabinet Jokowi tengah mencalonkan diri dalam Pemilihan Presiden 2024 . Selain itu sejumlah menteri dan wakil menteri yang juga tergabung dalam tim kampanye para capres dan cawapres.
Sementara itu, Gibran Rakabuming Raka Cawapres Nomor urut dua juga masih mengemban jabatan publik sebagai Wali Kota Solo dan Muhaimin Iskandar Cawapres Nomor urut satu sebagai Wakil Ketua DPR.