Makna Warak Ngendog di Balik Tradisi Dugderan Semarang

warak ngendog

Semarangkita.id – Tradisi dugderan adalah salah satu tradisi di Kota semarang yang selalu ada setiap tahunnya. Tradisi ini biasanya digelar sepuluh hari menjelang bulan suci ramadhan. Nama Dugderan berasal dari bunyi bedug di Masjid Besar Semarang, yakni ‘dug’ dan bunyi meriam, yakni ‘der’. Keduanya kemudian membentuk paduan indah. Salah satu ikonik dari tradisi dugderan adalah adanya hewan mitologi Warak Ngendog.

Warak ngendog adalah gabungan dari beberapa hewan menjadi satu. Kepalanya punya bentuk naga sebagai distorsi dan stilasi gabungan ular, singa, dan kijang. Atau, ada juga yang menyebut punya kepala kilin, binatang suci di China. Selain bentuk fisik warak ngendog di atas, ada pula versi lain, yakni berupa: Kepala naga sebagai representatif China, tubuhnya adalah kombinasi Buraq, hewan yang membawa Nabi Muhammad SAW ke Sidratul Muntaha sebagai representasi Islam dan kambing untuk melambangkan Jawa.
Pun juga ada versi lainnya lagi, yakni:

  • Kepala naga
  • Leher unta
  • Perut naga
  • Kaki Kambing

Makna Filosofis Warak Ngendog

sebagai hewan mitologi yang filososfis, setiap bagian tubuh Warak Ngendog memiliki makna tersendiri.

  • Kepala warak: melambangkan budaya dan etnis Jawa sebagai mayoritas masyarakat Semarang.
  • Leher warak: layaknya unta sebagai binatang dari Saudi Arabia yang punya ketahanan tubuh luar biasa. Unta diposisikan di bagian leher karena leher adalah bagian penting sebagai penanda kehidupan makhluk hidup.
  • Perut warak: diibaratkan seperti perut naga atau liong, hewan mitologi China yang dianggap sebagai penjaga mustika. Mustika adalah lambang kemuliaan atau tingginya derajat seseorang.
  • Kaki warak: keempat kaki warak berfungsi untuk menopang tubuhnya. Hal ini menunjukkan bahwasanya tubuh butuh empat pilar agar bisa berfungsi. Keempatnya adalah keagamaan, kemandirian,
Exit mobile version